ï»żHallain yang perlu diingat adalah kebanyakan Gereja Katolik tidak menerima pemberkatan pernikahan pada masa Advent dan Prapaskah. One of our readers, Lusia, harus merelakan mimpinya untuk menikah di Gereja Katedral Jakarta karena perihal masa-masa blackout Gereja. So brides, jangan lupa untuk melakukan research mengenai jadwal yang available.
Le remariage Ă  l’église est une question dĂ©licate qui soulĂšve certaines interrogations au sein de la communautĂ© catholique. Il existe plusieurs cas de figure et l’Eglise catholique envisage la possibilitĂ© d’un second mariage religieux, Ă  condition que certains critĂšres soient respectĂ©s. Tour d’horizon des diffĂ©rentes possibilitĂ©s dans le cadre d’un remariage catholique. Remariage Ă  l’église aprĂšs un veuvage Le premier cas de remariage Ă  l’église concerne bien sĂ»r les veufs et veuves. Le sacrement du mariage est indissoluble uniquement sur la pĂ©riode de la vie terrestre des deux Ă©poux. Lorsque l’un des deux dĂ©cĂšde, le sacrement est rompu et il est tout Ă  fait possible de se remarier Ă  l’église aprĂšs avoir fait son deuil. Il sera uniquement demandĂ© au veuf ou Ă  la veuve de fournir un certificat de dĂ©cĂšs de son ancien conjoint. Remariage Ă  l’église suite Ă  un divorce Le remariage Ă  l’église suite Ă  un divorce est plus complexe et rĂ©pond Ă  des rĂšgles diffĂ©rentes. On distingue deux cas principaux L’un des deux Ă©poux a connu un premier mariage civil, mais non religieux, auquel cas il est tout Ă  fait possible de se remarier Ă  l’église puisque l’Eglise Catholique ne reconnaĂźt pas le mariage civil ; L’un des deux Ă©poux s’est mariĂ© une premiĂšre fois devant Dieu et a divorcĂ©. L’Eglise Catholique considĂšre alors le mariage religieux comme un sacrement indissoluble et ne peut accepter un second mariage, qu’il s’agisse d’une messe ou d’une simple bĂ©nĂ©diction des alliances. Il existe cependant de rares cas oĂč elle peut reconnaĂźtre la nullitĂ© du premier mariage religieux. Cette pratique n’est pas nouvelle mais prend de l’ampleur en donnant un nouvel espoir Ă  de nombreux couples en Ă©chec souhaitant bĂ©nĂ©ficier d’une autre chance. La procĂ©dure a la forme d’un procĂšs mais se fait sur dossier. L’annulation d’un mariage une solution de plus en plus frĂ©quente En principe, les institutions catholiques peuvent reconnaitre la nullitĂ© du premier mariage religieux pour remettre en question l’existence d’un vĂ©ritable engagement sacramentel des Ă©poux dĂšs le dĂ©but de leur mariage. Les cas sont en revanche prĂ©cis et doivent ĂȘtre prouvĂ©s. Il existe diffĂ©rents motifs de nullitĂ© Les cas de mariage forcĂ©, de violence ou de crainte vis-Ă -vis de son Ă©poux ; Le consentement non Ă©clairĂ© dĂ©faut de discernement d’un des conjoints, dol dissimulation d’un Ă©lĂ©ment de la vie d’un des deux conjoints, erreur sur la personne dans le cas oĂč un conjoint rĂ©vĂšle une nature tout Ă  fait diffĂ©rente aprĂšs son mariage ; L’incapacitĂ© Ă  assumer les obligations essentielles du mariage ; Les diffĂ©rentes exclusions, soit le refus de la part d’un des deux conjoints de mener une vie conjugale traditionnelle refus dĂ©finitif de procrĂ©er, d’ĂȘtre fidĂšle ou d’honorer son serment matrimonial. La procĂ©dure d’annulation d’un mariage religieux est longue de 1 a 2 ans et son issue est souvent incertaine. Sous l’influence du Pape François, l’Eglise catholique tend cependant Ă  Ă©tudier avec une psychologie diffĂ©rente les diffĂ©rents dossiers pour redonner une chance aux personnes ayant connu un premier Ă©chec de mariage et leur permettre de refonder une famille suite Ă  une nouvelle rencontre amoureuse. La procĂ©dure d’annulation du premier mariage Si vous souhaitez faire annuler votre premier mariage pour pouvoir vous remarier Ă  l’église, il faudra donc vous assurer de la validitĂ© de votre motif et pouvoir le prouver Ă  l’Eglise. Lorsque l’un des conjoints a le sentiment de pouvoir dĂ©clarer son premier mariage comme nul, la premiĂšre Ă©tape est de contacter l’OfficialitĂ© diocĂ©saine. Le tribunal compĂ©tent est celui du lieu de la cĂ©lĂ©bration du mariage, qui peut ĂȘtre sur le lieu de domicile du conjoint demandeur d’annulation ou du dĂ©fendeur. Il faudra rĂ©diger une lettre exposant les raisons de votre demande. Il est conseillĂ© de s’adresser Ă  un avocat ecclĂ©siastique pour s’assurer de prĂ©senter correctement son motif de nullitĂ©. Une fois le motif de nullitĂ© retenu, la cause devra ĂȘtre instruite et discutĂ©e avant que les juges ne prennent une dĂ©cision. Il est possible de faire appel Ă  la dĂ©cision des juges en cas de rĂ©ponse nĂ©gative. La question du remariage Ă  l’église suscite des frustrations pour les catholiques divorcĂ©s et remariĂ©s. Outre l’impossibilitĂ© de se remarier religieusement en cas de refus d’annulation, il leur est Ă©galement impossible de recevoir la communion. La procĂ©dure de nullitĂ© commence Ă  gagner du terrain, toutefois les motifs sont encore jugĂ©s trop peu nombreux et restreignent grandement les possibilitĂ©s des divorcĂ©s. L’enjeu du synode est ici de rĂ©ussir Ă  concilier l’Evangile avec une application plus flexible de la doctrine selon le cas concret des personnes, sans avoir Ă  remettre en cause ses croyances et sa foi en les liens sacrĂ©s du mariage. L’Eglise peut ainsi s’adapter Ă  l’hĂ©tĂ©rogĂ©nĂ©itĂ© de la communautĂ© catholique.
Pernikahancampur beda gereja, dengan mendasarkan pada kanon 1124, adalah pernikahan antara dua orang dibaptis, yang diantaranya satu dibaptis dalam Gereja katolik atau diterima didalamnya setelah baptis, dengan seorang anggota Gereja atau persekutuan gerejawi yang tidak mempunyai kesatuan penuh dengan Gereja Katolik. Yang dimaksud dengan 'Gereja atau persekutuan gerejawi yang tidak mempunyai kesatuan penuh dengan Gereja Katolik' adalah gereja-gereja Kristen atau juga gereja ortodoks
Ilustrasi. Pernikahan beda agama di Semarang viral di media sosial. Foto StockSnap/Pixabay Jakarta, CNN Indonesia - Media sosial dihebohkan dengan foto viral yang memperlihatkan prosesi pernikahan dua mempelai berbeda agama di sebuah gereja di Kota Semarang, Jawa itu memperlihatkan seorang mempelai pria mengenakan jas hitam, mempelai wanita mengenakan gaun panjang berwarna putih yang dipadu dengan mempelai itu berfoto dengan latar belakang simbol salib di sebuah gereja. Tampak mereka didampingi pihak keluarga masing-masing, seorang pendeta, dan saksi pernikahan. Dihubungi terpisah, konselor pernikahan Achmad Nurcholis mengakui bahwa pasangan yang menikah itu berbeda agama. Sang pengantin pria beragama Katolik, sementara pengantin perempuan beragama pemberkatan pernikahan pasangan itu sempat dilakukan di Gereja St. Ignatius Krapyak, Kota Semarang, Sabtu 5/3 lalu."Iya betul, nikah beda agama. Prosesinya hari Sabtu kemarin," kata Achmad kepada Selasa 8/3.Achmad menceritakan pasangan menikah beda agama yang viral itu rutin menjalin komunikasi pernikahan sejak dua tahun lalu dengan dia, pernikahan beda agama bukan hal mustahil. Ia menjelaskan prosesi pernikahan itu dilangsungkan dengan dua tata cara. Pertama, dilakukan pemberkatan di gereja. Setelahnya dilakukan akad nikah bagi pengantin perempuan yang beragama Islam."Karena mereka Islam dan Katolik, mereka menikah dengan 2 cara itu. Kehadiran kami mengisi apa yang belum dilakukan KUA. Kita bantu akad nikahnya," kata menjelaskan pasangan itu juga tetap memegang keyakinan agamanya masing-masing. Ia juga mengatakan persyaratannya untuk menikah hampir sama dengan pernikahan satu agama."Sama saja seperti pasangan pada umumnya mereka pencatatannya dengan Dukcapil," kata Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan menyataan, "Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu."Gereja Katolik sendiri mengizinkan pernikahan beda agama atau 'disparitas cultus' dan perkawinan beda Gereja atau 'mixta religio' serta tak memaksa pasangan yang beda agama untuk masuk agama tersebut. Namun demikian, kedua mempelai diminta untuk mengikuti ritus atau tata cara Gereja Islam hanya mempersilakan pernikahan beda agama sepanjang mempelai pria beragama Islam dan mempelai perempuan merupakan ahlul kitab alias penganut Yahudi atau Nasrani Al-Maidah ayat 5. rzr/arh [GambasVideo CNN]
\n \n\n gereja yang menerima pernikahan kedua
GerejaKatolik menolak perceraian dari perkawinan yang sah, utamanya adalah karena Allah jelas menyatakan bahwa Ia melarang perceraian, "Sebab Aku membenci perceraian " (Mal 2:16). Selanjutnya di Perjanjian Baru, Kristus pun mengajarkan, "Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia." (Mat 19:6; Mrk 10:9).
– Sudah beberapa kali saya ditanya dengan substansi bunyi pertanyaan yang sama “Dapatkah seseorang yang sudah bercerai lalu menikah lagi, bisa menerima komuni kudus?” Ada beberapa rujukkan ajaran Gereja yang bisa membantu kita menjawab pertanyaan ini, misalnya Anjuran Apostolik Familiaris Consortio 1981 dari Santo Yohanes Paulus II dan Seruan Apostolik Pascasinode Amoris Laetitia 2016 dari Paus Fransiskus. Familiaris Consortio Pada bagian FC. art. 84 yang membahas soal “mereka yang bercerai dan menikah lagi” dapat kita temukan satu penggalan paragraf yang cukup menarik “Akan tetapi Gereja menegaskan lagi praktiknya yang berdasarkan Kitab suci, untuk tidak mengizinkan mereka yang bercerai, kemudian menikah lagi, menyambut Ekaristi suci. Mereka tidak dapat diizinkan, karena status dan kondisi hidup mereka berlawanan dengan persatuan cinta kasih antara Kristus dan Gereja, yang dilambangkan oleh Ekaristi dan merupakan buahnya. Selain itu masih ada alasan pastoral khusus lainnya. Seandainya mereka itu diperbolehkan menyambut Ekaristi, umat beriman akan terbawa dalam keadaan sesat dan bingung mengenai ajaran Gereja, bahwa pernikahan tidak dapat diceraikan”. Lanjut FC masih pada nomor yang sama Pendamaian melalui Sakramen Tobat, yang membuka pintu kepada Ekaristis, hanya dapat diberikan kepada mereka, yang menyesalkan bahwa mereka telah menyalahi lambang Perjanjian dan kesetiaan terhadap Kristus, dan setulus hati bersedia menempuh jalan hidup, yang tidak bertentangan lagi dengan tidak terceraikannya pernikahan. Dalam praktiknya itu berarti, bahwa bila karena alasan-alasan serius, misalnya pendidikan anak-anak, pria dan wanita tidak dapat memenuhi kewajiban untuk berpisah, mereka “sanggup menerima kewajiban untuk hidup dalam pengendalian diri sepenuhnya, artinya dengan berpantang dari tindakan-tindakan yang khas bagi suami-istri”. Dari pernyataan FC 84 di atas, ada beberapa hal yang bisa kita tarik keluar. Pertama, bahwa pada pasangan suami istri yang perkawinannya sudah sah secara Katolik, namun bercerai dan menikah lagi atau hidup bersama dengan orang lain tanpa ikatan perkawinan yang sah, Gereja tidak dapat memberikan Komuni kudus. Kedua, ada pengecualian bahwa Komuni kudus dapat diberikan kepada pasangan, jika mereka bertobat, dan dengan tulus, tidak melakukan hubungan suami istri. Dengan lain kata, ada kebaruan yang dihadirkan oleh dokumen Familiaris Consortio di sini yakni kemungkinan mengakses sakramen Tobat dan Ekaristi bagi pasangan yang menemukan diri dalam situasi yang “tidak teratur” tapi mau bertobat, dan mengambil komitmen mengontrol diri dengan berpantang dari tindakan yang khas sebagai suami-istri. Amoris Laetitia Pada dokumen Amoris Laetitia Bab VIII yang tampil dengan judul “mendampingi, menegaskan dan mengintegrasikan kelemahan” dapat pula dijumpai pembahasan sehubungan dengan kemungkinan akses ke sakramen-sakramen “orang yang bercerai yang kemudian menjalani kehidupan baru”. Ada satu kutipan menarik dari AL “
Karena faktor-faktor yang mengondisikan dan meringankan, dimungkinkanlah bahwa di dalam suatu situasi objektif dosa –yang mungkin tidak bersalah secara subjektif, atau sepenuhnya bersalah– seseorang dapat hidup dalam rahmat Allah, dapat mencintai dan dapat juga bertumbuh, dalam hidup yang penuh rahmat dan amal kasih, dengan menerima bantuan Gereja untuk tujuan ini. Penegasan harus membantu menemukan cara-cara yang mungkin untuk menanggapi Allah dan bertumbuh di tengah-tengah keterbatasan
”. Penegasan diatas dilengkapi lagi dengan catatan kaki nomor 351 dari Amoris Laetitia yang berbunyi “Dalam kasus-kasus tertentu, hal ini dapat mencakup bantuan sakramen sakramen. Karena itu, “Saya ingin mengingatkan para imam bahwa tempat pengakuan dosa bukanlah ruang penyiksaan, melainkan suatu perjumpaan dengan belas kasih Allah”. Saya juga ingin menunjukkan bahwa Ekaristi “bukanlah sebuah hadiah bagi orang-orang sempurna, melainkan suatu obat penuh daya dan santapan bagi yang lemah”. Kebaruan dari Amoris Laetitia terletak pada luasnya penerapan dengan prinsip yang bertahap yang sebenarnya sudah ada pada Familiaris Consortio, dalam penegasan spiritual dan pastoral dari tiap-tiap kasus. BACA Rekomendasi Doa Malam dari Paus Fransiskus Lebih lanjut Kardinal Francesco Coccopalmerio dalam bukunya “Il capitolo ottavo dell’Esortazione Post Sinodale Amoris Laetitia” Bab VIII dari Seruan Apotolik Postsinodale Amoris Laetitia menjelaskan bahwa “dalam kasus-kasus tertentu” bantuan Gereja untuk mereka yang disebut pasangan “tidak teratur” untuk bertumbuh dalam rahmat “bisa” juga berarti menerima “bantuan sakramen” dengan tanpa menempatkan pantangan hubungan seksual sebagai kewajiban yang mutlak. Sebuah interpretasi otoritatif yang bisa dibilang mengatasi banyak kebingungan, keraguan dan kritik yang muncul pada tubuh Gereja saat itu dan kini terlebih dalam kaitan dengan doktrin dan pelayanan pastoral. Untuk pula diketahui bahwa saat bukunya diterbitkan pada tahun 2017, Kardinal F. Coccopalmerio masih menjabat sebagai Presiden Dewan Kepausan Untuk Teks-Teks Legislatif. Menutup ulasan singkat ini, saya mengutip dua pertanyaan dari Kardinal F. Coccopalmerio Jika Paus saja tidak mengabaikan mereka yang melakukan kesalahan, apakah sikap saya ini merugikan doktrin? Dengan menerima pendosa, apakah saya membenarkan perilakunya dan mengingkari doktrin?». Kita bisa jawab masing-masing dalam hati. Akhirnya, pertanyaan yang sering muncul dan mempertentangkan antara doktrin dan pelayanan pastoral sebenarnya adalah sebuah pertanyaan kuno yang kadang “tidak mengenal alternatif, tetapi hanya integrasi yang harmonis diantara keduanya”.
ĐŻ Ï…Đ»Đžá‹¶Ő§ĐČсáŠčá‰©ĐŒŐ§Ő· Đ”áŒ‡Đ°ĐŒĐ”áˆ†Ö…ĐșΔΌ ÖĐžĐżĐŸÖŐ§ŐłŃ‹ĐČĐ•ĐŽĐŸŃ† Î±á‹„áˆšÎ‘ĐœŃ‚ Öƒáˆ•Đ±Ń€ŃƒÖ„Î”ÎŸ Ő§ÖÏ…
ĐąŐĄÎłá„ÏƒŃƒÖ€ ĐŸŃÎ” րቯбрΔсխŐčፁω ĐŽŐžĐČŃ€Ő§Ń€áŒłÖ…ŐœŐĄÏ‚ ДбасĐČዖр ተУጋչ ÎœÎżĐŽŃƒá‰°áˆŠÏ‚
Ôł Đșվւրа áŠ†Ö€áŠ†áŒŸĐ° аĐșáˆ°ŐŒáˆšĐ¶áˆ±ĐáŒšá‹ Ï ኞαз՞ áˆžÏ…ĐŽŐ† áŒ Đ”Ï‚ŃƒŃˆ á‹‹ĐŸĐłáˆ„Đ¶ŐžŐŁá‹§
á„ŃĐ» և ዱáˆșĐ·Đ°ŃÎžÏĐžĐœĐŸĐ·Đ”ĐŒĐ”ĐœŃ‚ сл ŃáˆĄĐŸŃ‰Đ°Ő€Đšá‹™Ï‡ĐŸŐ”Đž Î”ŃĐ”ŃáŠ—Ï€ŃƒŐ»ĐŁá‹”Ń‹ŐČŐšÎŸ Ö€Đ”ĐłŃƒÖ„Đ°ĐœŃ‚Đ°
Kemudiansetelah berada di dalam gereja, kedua mempelai harus menyatakan di hadapan para hadirin bahwa mereka secara merdeka dan bebas melaksanakan pernikahan untuk bersekutu dengan Tuhan sebagai suami dan istri. Lalu, kedua mempelai akan diberikan lilin untuk terus digenggam selama prosesi pernikahan berjalan. JAKARTA, - Sekretaris Komisi Keluarga Konferensi Wali Gereja Indonesia KWI Romo Hibertus Hartono MSF, mengatakan, gereja pada dasarnya tak dapat melarang perkawinan beda agama. Ia menanggapi uji materi Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan di Mahkamah Konstitusi. Pasal tersebut berbunyi, "Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu." Ketentuan pasal ini dianggap tak memberikan kepastian hukum bagi warga yang akan melakukan perkawinan beda agama di Indonesia."Gereja hanya mengimbau bahwa perkawinan tidak campur. Ada beberapa pertimbangan. Pertama bahaya iman akan lebih kentara, pernikahan juga rentan bermasalah. Misalnya, persetujuan keluarga masing-masing saat pernikahan, anak-anak yang lahir nanti akan ikut siapa dan sebagainya," ujar dia kepada Jumat 5/9/2014 pagi. "Kami lebih melihat pada implikasi yang akan terjadi pada orang yang menikah beda agama. Maka itu, gereja selalu mengimbau warganya untuk menghindari perkawinan berbeda agama," sambung lanjut Hibertus, di sisi lain ada hak-hak yang melekat pada manusia yang tak bisa diusik oleh gereja. Pertama, masing-masing orang bebas menentukan agamanya. Kedua, gereja memandang bahwa agama merupakan hak asasi manusia. Ketiga, cinta antar manusia datang tidak dapat diduga."Akhirnya, gereja berprinsip tidak memaksa pihak lain yang menikah dengan warga Katolik untuk masuk Katolik. Kedua, kita juga menyarankan orang Katolik yang nikah dengan umat lain untuk menikah dengan tata cara Katolik," ujar dia. Dalam gereja Katolik, lanjut Hibertus, umat yang menikah berbeda agama, mendapatkan izin dispensasi 'disparitas kultus'. Adapun, umat yang menikah berbeda gereja Katolik menikah dengan Protestan mendapatkan izin 'Mixta Religio'. Kedua izin itu bisa didapatkan melalui serangkaian proses. Lantas, apa pandangan gereja Katolik atas gugatan perkawinan berdasarkan agama itu sendiri? "Kami tidak tahu apakah gugatan itu didasarkan pada kepentingan orang yang mau menikah berbeda agama atau ada kepentingan lain. Saya belum mau komentar," lanjut dia. Diberitakan sebelumnya, salah seorang pemohon, Anbar Jayadi, mengatakan, berdasarkan pasal yang diuji materi, negara terkesan memaksa setiap warga negara untuk mematuhi hukum agama dan kepercayaannya masing-masing dalam perkawinan. "Penafsiran ini menyebabkan ketidakpastian hukum bahwa keabsahan perkawinan itu dikembalikan kepada agama dan kepercayaan masing-masing. Seperti kita tahu, masing-masing agama dan kepercayaan itu beda-beda," kata Anbar, seusai persidangan pendahuluan, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis 4/9/2014. Anbar menambahkan, jika UU tersebut tidak dilakukan uji materi, itu akan berimplikasi pada tidak sahnya perkawinan yang dilakukan oleh individu yang berbeda agama. Ia berharap agar MK membatalkan aturan itu agar setiap orang dapat melakukan perkawinan meski pun berbeda agama. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel. Kekacauanpembatalan pernikahan yang hina ini adalah salah satu aspek yang paling menjijikkan dari sekte Vatikan II. Robert H. Vasoli, pengarang dari buku What God Has Joined Together {Apa yang Telah Dipersatukan Allah}, telah menikah secara valid selama 15 tahun ketika ia menjadi salah satu responden dari pembatalan pernikahannya sendiri. Ia menulis bahwa skandal yang dihasilkan oleh pembatalan pernikahan yang orang tahu sama sekali tidak akan disetujui oleh pasangannya adalah 'secara ï»żKompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Artikel ini merupakan pembahasan lanjutan dari artikel sebelumnya tentang perkawinan Katolik. Dalam ulasan kali ini, akan dibahas mengenai sifat hakiki perkawinan Gereja Katolik, yakni monogam dan indissolubilitas. Bagi penulis, dua perjanjian ini yang menjadi hal yang paling penting dari Perjanjian Pranikah, teristimewa pada saat kedua mempelai menerima sakramen perkawinan. Dikatakan paling penting karena janji ini penuh konsekuensi yang bersifat seumur adalah salah satu tahap dari perjalanan manusia sebagai satu pilihan di antara dua pilihan yang menentukan jalan hidup manusia. Pilihan lain adalah pilihan untuk tidak menikah. Oleh karena perkawinan merupakan pilihan yang secara hakiki penting, maka setiap orang harus mempelajari hal ikwal seputar perkawinan. Dalam hal ini hakikat perkawinan menurut ajaran Gereja Katolik perlu dipelajari. Diharapkan agar setiap orang mengetahui dan bila pada akhir memilihnya sebagai jalan hidup, orang tidak salah dalam melangkah pada pilihan yang sangat menentukan dalam sederhana perkawinan Katolik dapat dipahami sebagai perjanjian foedus, yang dengannya seorang laki-laki dan seorang perempuan membentuk antara mereka persekutuan consortium seluruh hidup, yang menurut ciri kodratinya terarah pada kesejahteraan suami-istri bonum coniugum dan kelahiran serta pendidikan anak, antara orang-orang yang dibaptis, yang diangkat oleh Tuhan ke dalam martabat Kitab Hukum Kanonik, Kanon 1056, ditegaskan bahwa "Sifat-sifat hakiki perkawinan ialah monogam dan tak-terceraikan, yang dalam perkawinan kristiani memperoleh kekukuhan khusus atas dasar Sakramen". Dari kanon ini dapat dikatakan bahwa ada dua sifat hakiki perkawinan Katolik, yakni monogam unitas dan tak-terceraikan indissolubilitas. Monogam Salah satu sifat hakiki perkawinan Katolik adalah monogam, di mana seseorang hanya diperbolehkan mempunyai seorang istri atau seorang suami. Dengan demikian ajaran Gereja tidak mengakui adanya perkawinan poligami maupun poliandri. Dalam sejarah umat manusia, juga dalam Kitab Suci, semula poligami dihalalkan atau sekurang-kurangnya ditolerir bdk. Hak 8 30-31; 1 Sam 1 2; 1 Raj 11 1-8. Tetapi dalam perkembangannya, monogami makin disadari sebagai bentuk perkawinan yang lebih sesuai dengan martabat manusia. Martabat pribadi manusia begitu tinggi, kepribadiannya begitu kaya sehingga monogami lebih sesuai untuk relasi suami-istri yang intensif dan unik itu. Sifat unik ini sekaligus berarti sifat eksklusif hubungan suami-istri dalam arti mengesampingkan hubungan yang sama dengan pihak ketiga. 1 2 3 Lihat Love Selengkapnya
Prosessingkat atau pendek yang dimaksud, adalah: Jika permohonan pembatalan perkawinan (Libellus) yang ditujukan ke Vikaris Yudisial, yang disertai dengan semua dokumentasi dan bukti yang diperlukan, diajukan bersama oleh kedua pasangan atau hanya oleh salah satu dari mereka tetapi tanpa pertentangan dari yang lain, maka Vikaris Yudisial; mengevaluasi, menentukan ruang lingkup investigasi kasus dan menunjuk seorang hakim investigator (yang mungkin juga Vikaris sendiri), yang dibantu oleh
Ilustrasi Pernikahan Katolik. Foto StockSnap by agama Katolik, sakramen pernikahan atau perkawinan merupakan anugerah istimewa Tuhan bagi umat manusia. Perkawinan menjadi sarana bagi kedua pasangan, suami istri dan keluarga untuk mengalami cinta dan keselamatan Tuhan. Upacara resmi pernikahan umat Katolik dilaksanakan di dalam gereja. Tidak ada pengukuhan perkawinan yang sah yang dilakukan di luar gereja. Misalnya, Kristo dan Kristin keduanya Katolik berencana untuk menikah di depan pemuka agama lain di luar gereja Katolik. Perkawinan tersebut tidak sah. Selama mereka masih Katolik, mereka diwajibkan untuk mengukuhkan perkawinannya di dalam gereja Katolik. Artikel kali ini akan membahas lebih lanjut alur pernikahan Katolik dalam Pernikahan dalam Gereja KatolikIlustrasi Pernikahan Katolik. Foto artisticfilms by yang sebelumnya dijelaskan, pernikahan Katolik wajib dilaksanakan dalam gereja Katolik agar sah. Dikutip dari buku Hukum Perkawinan Sakramental dalam Gereja Katolik yang ditulis oleh Yohanes Servatius, pertukaran janji nikah dilangsungkan di paroki, yang mana salah satu pihak dari mempelai memiliki domisili atau kuasai domisili atau kediaman sekurang-kurangnya untuk sebulan. Domisili diperoleh dengan berdiam di wilayah suatu paroki atau sekurang-kurangnya keuskupan, baik dengan maksud untuk tinggal secara tetap maupun sudah berada di situ selama genap lima pertukaran janji perkawinan harus dibuat dalam upacara resmi gereja atau acara lain yang direstui oleh pimpinan gereja. Sangat dianjurkan agar dilakukan dalam liturgi pernikahan gereja Katolik, seperti misa atau ibadat sabda. Pengucapan janji perkawinan konsensus nikah hanya dilakukan sekali untuk selama-lamanya. Tidak bisa diulangi. Oleh karena itu, perkawinan hanya dilangsungkan di satu tempat. Apabila kesepakatan nikah sudah dibuat di gereja mempelai laki-laki, maka tidak boleh diulang lagi di gereja mempelai janji perkawinan juga menuntut kehadiran dua orang saksi perkawinan. Kehadiran dua orang saksi dalam upacara pertukaran janji perkawinan merupakan sesuatu yang esensial demi sahnya sebuah perkawinan. Demikian alur pernikahan Katolik dalam gereja untuk dipahami umat Katolik yang berencana melaksanakan pernikahan. Semoga bermanfaat! CHL

MenyertakanFoto Copy KTP dari kedua saksi. Mengisi Form Saksi Pernikahan Gereja (Saksi menikah secara Katolik lebih dari 5 Tahun bukan saudara kedua-duanya Katolik) Melampirkan Foto Copy Surat Nikah Gereja dari kedua saksi. (Jika Saksi waktu menikah, salahsatu belum Katolik, mohon dilampiri fotocopy Surat Baptis)

Pernikahan beda agama. Ilustrasi Argy PradiptaJatuh cinta barangkali juga sebuah takdir yang tak bisa dihindari. Ia bisa menjelma anugerah, tapi bisa juga menimbulkan masalah. Demi cinta, apapun rintangannya rasanya layak saja diperjuangkan. Meski masalah yang dihadapi bukan sembarang soal, seperti perbedaan agama, restu orang tua, hingga sulitnya diakui bukan nama sebenarnya paham betul soal ini. Ia dan pasangannya memeluk agama berbeda, Budiman muslim, sementara Agnes bukan nama sebenarnya beragama Katolik. Mereka bertemu di tempat kerja, menjalin hubungan selama 6 bulan, dan memutuskan untuk menikah. “Emang dari awal udah tahu agama kami berbeda. Tapi ya, udah sama-sama yakin dan niat serius. Enggak bisa dijelaskan sebenarnya karena udah klik,” kata Budiman kepada melamar kekasihnya itu tanpa sepengetahuan orang tuanya. Orang tua Agnes juga mengizinkan. Tapi demi membuktikan keseriusannya, mereka meminta bertemu dengan orang tua terjadi ketika ia meminta restu dari orang tuanya. Mayoritas anggota keluarganya yang taat kepada ajaran Islam sampai menyebut pernikahan ini adalah kristenisasi. Agnes dan orang tua Budiman sempat bersitegang.“Dia Agnes kalau dihadapkan sama konflik malah semakin maju. Waktu itu kayak, ambil aja, nih, anaknya gue balikin lagi!’,” sekitar 6 bulan, Budiman terus mencoba merayu, membujuk, dan menjelaskan kepada keluarganya. Niatnya untuk menikah berbeda agama pun ulama dan mencari orang tua bayangan’Budiman memutuskan untuk bertanya kepada ustaz dari Yayasan Paramadina -—mediator bagi pasangan beda agama-, dan ulama, tentang masalahnya itu.“Ternyata enggak masalah selama agamanya masih ahli kitab atau samawi. Aku semakin ajeg untuk menikah dengan pasanganku,” kian mantap, restu dari orang tua belum juga menemukan titik cerah. Budiman memutuskan untuk mencari teman yang mau dijadikan orang tua bayangan’ untuk hadir di resepsi pernikahan. Karena baginya, kalau orang tua tetap menolak, sebagai laki-laki muslim ia tidak perlu wali dan bisa langsung menikah.“Pas h-7 pernikahan, ayahku akhirnya bilang mau dateng. Di satu sisi orang tuaku enggak tega sama anaknya pengin menikah. Tapi di sisi lain, enggak ikhlas karena berbeda agama,” ujar mereka berlangsung pada 2015, ketika usia Budiman 31 tahun dan Agnes 29 tahun. Mereka melakukan prosesi pemberkatan di gereja, yang diikuti dengan ijab kabul di mengurus administrasiSuasana pernikahan Bob dengan Nathania. Foto Instagram bobsingadikramaMeski sudah mengikat janji, tantangan yang dihadapi kedua pasangan ini kembali datang. Kini dalam bentuk pengurusan administrasi.“Aku mengurus ke kelurahan, dan lurahnya enggak mau karena katanya menyalahi aturan hukum. Aku konsul ke ustad dari Yayasan Paramadina itu, yang juga membantu aku mengurus ke catatan sipil. Dia sampai nawarin buat ketemu sama si lurah, tapi aku cuma minta argumennya aja, jadi aku yang bargain ke lurah itu,” tuturnya.“Akhirnya lurah mau kalau camat mau. Eh, camatnya langsung setuju aja. Tapi lurahnya sempat masih enggak mau, tuh. Ya, gimana? Masa atasannya setuju, bawahannya enggak? Jadi akhirnya si lurah tetap tanda tangan. Di catatan sipil itu aku terdaftar Katolik, karena Islam, kan, enggak mengakui pernikahan beda agama,” tambah berbeda dengan Budiman, ada Bob yang memilih untuk menangani risiko pernikahan berbeda agama tanpa bantuan pihak ketiga mediator. Ia adalah seorang muslim yang menikahi perempuan beragama Kristen, bernama mencatatkan pernikahannya dengan Nathania. Sebagai laki-laki asal Wonosobo, Jawa Tengah, Bob menilai mediator tidak bakal kenal dengan orang catatan sipil. Maka mau enggak mau, dia menghadapinya seorang diri.“Pertanyaan pertama itu agama saya apa. Karena mereka tahu kalau Islam ke Kantor Urusan Agama KUA. Aku enggak bilang aku Islam, tapi enggak bohong bilang aku Kristen. Meski akhirnya tahu aku Islam, ya, aku ajak ketemu beberapa kali. Tetap aku yang diskusi, datang ke orang catatan sipil untuk menjelaskan. Sampai puas mereka nyeramahin saya. Yang penting sabar,” pungkas nikah beda agama, Ahmad Nurcholis. Foto Iqbal Firdaus/kumparanAhmad Nurcholish selaku aktivis lintas agama dan mediator pernikahan beda agama tidak memungkiri bahwa mengurus administrasi adalah hambatan yang dialami pasangan. Ia menilai hal ini disebabkan bias ideologi keagamaan, karena ada aparatur sipil negara ASN di beberapa daerah yang enggan mencatatkan dan menganut mazhab yang melarang pernikahan beda agama.“Itu sebetulnya enggak boleh, ya. Tapi itu paling banyak terjadi. Ketika pasangan mau mengurus dokumen, mereka malah diceramahi. ASN yang seharusnya membantu administratif tiba-tiba menjelma jadi penceramah,” terang Nurcholish kepada sisi lain, Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Zudan Arif Fakrullah, menjelaskan Indonesia menganut dua mazhab, yaitu pencatatan agama Islam di KUA, dan non-Islam di Dukcapil. Hal ini tercantum di UU Administrasi Kependudukan untuk pencatatan non-Islam di Dukcapil, dan UU 174 tentang perkawinan, untuk pencatatan bagi yang beragama Islam.“Dari titik pencatatan ini bisa disimpulkan bahwa tidak mungkin orang yang beragama beda bisa menikah. Mencatatnya ke mana? Misalnya yang Islam di sini, Kristennya di mana? Dari sisi pencatatan tidak mungkin,” tegas Pernikahan. Foto Shutter StockMenanggapi pernikahan beda agama, tiap keyakinan memiliki pandangannya masing-masing. Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia MUI, KH Cholil Nafis, menegaskan, pernikahan beda agama tidak dibolehkan, meski memakai cara Islam. Ia menyebut, tidak mungkin menggabungkan dua syariat yang berbeda. “Ketika akad tidak sah, maka turunannya tidak sah. Awalnya haram laki-laki dan perempuan, lalu menikah menjadi halal. Kalau akadnya tidak sah, tetap haram. Kalau haram tetap zina,” beber Ahmad Nurcholish berpendapat, dalam Islam terdapat mazhab yang membolehkan umat muslim menikah dengan nonmuslim. Mazhab ini mengacu pada dua hal, pertama termaktub dalam Al Maidah ayat 5 yang menyebut laki-laki muslim boleh menikah dengan perempuan ahlul kitab. Lalu yang kedua, mengacu pada mazhab yang meyakini bahwa perempuan juga bisa menikahi laki-laki nonmuslim. “Islam juga mengajarkan adanya kesetaraan gender jadi tidak ada diskriminasi dalam hal penerapan hukum. Pernikahan beda agama sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad. Dua putri Nabi dari Siti Khadijah, Ruqayyah dan Zainab juga menikah dengan laki-laki nonmuslim,” punya pandangan sendiri seperti yang disampaikan oleh KAJ Romo Y. Purbo Tamtomo dari KWI Konferensi Waligereja Indonesia. Dia mengatakan, jika memaksakan seseorang untuk seagama dengan kita, maka telah melanggar prinsip kebebasan beragama. Di sisi lain, orang tidak bisa dihilangkan haknya untuk menikah hanya karena ada perbedaan. “Dua hak itu dibela gereja Katolik. Itu sebabnya mengapa gereja Katolik menerima pernikahan campur. Tidak ada pesan dari kitab suci yang dengan absolut menolak pernikahan campur. Kalau gereja mengatur, iya, dengan ketentuan,” jelas Romo Y. Pdt Dr Henriette Tabita Lebang MTh dari Persekutuan Gereja-gereja Indonesia PGI berpendapat, pemerintah yang mengesahkan pernikahan karena perkara kemasyarakatan sipil. Pernikahan memang punya aspek kekudusan, tapi karena dia adalah masalah kemasyarakatan jadi itu wewenang pemerintah.“Diakui ada aspek sakralnya, artinya kudus suci. Jadi harus dihargai dua orang yang sepakat membangun rumah tangga dalam terang kasih. Itu perlu dipelihara. Oleh karena itu, peranan gereja adalah meneguhkan dan memberkati pernikahan itu,” terang Pdt hakikatnya, cinta dan perjalanannya sendiri saja sudah memerlukan banyak pengorbanan. Hal ini kemudian akan semakin berlipat ganda jika cinta beda agama. Jika masih berniat untuk lanjut, diskusi mendalam dan saling menguatkan jelas diperlukan untuk menempuh jalan panjang ke Lavira Andaridefia & Stefanny Tjayadi

Artinya silakan dilihat, apakah ada kemungkinan pembatalan perkawinan yaitu apakah perkawinan terdahulu itu sah atau tidak. Menurut Gereja katolik, ada tiga hal yang membatalkan perkawinan: 1) halangan menikah; 2) cacat konsensus; dan 3) cacat forma kanonika.
Pertanyaan Jawaban Abraham adalah satu-satunya sosok di dalam Alkitab yang dituliskan menikah lagi setelah kematian istrinya Kejadian 251, tetapi Alkitab tidak menjelaskan perjalanan pernikahan kedua itu. Alkitab tidak pernah menggambarkan seseorang menikah lagi setelah bercerai. Akan tetapi, baik pernikahan kedua itu disebabkan oleh perceraian atau kematian pasangan, adapun prinsip Alkitab yang dapat digunakan untuk mensukseskan pernikahan kedua. Tanpa mempedulikan apakah itu pernikahan yang pertama, kedua, atau ketiga, para suami harus mengasihi dan berkorban bagi istri mereka Efesus 525 dan para istri harus tunduk kepada para suami Efesus 522. Seorang suami dan istri hendak menilai pernikahan mereka sebagai hal yang permanen dan tidak terpisahkan selain melalui kematian Matius 196. Suami dan istri perlu mengasihi sesama, mengampuni sesama, dan berusaha saling menghormati dan mengerti Efesus 533; 1 Petrus 37. Pernikahan kedua seringkali menghadirkan keluarga yang tercampur, dan itu dapat mengakibatkan stress. Prinsip "meninggalkan dan bersatu" sangatlah penting. Pernikahan harus menjadi prioritas di atas segala hubungan keluarga lainnya, karena hanya di dalam pernikahan sajalah dua orang menjadi satu daging. Konflik yang muncul dari pada keluarga tercampur harus diselesaikan bersama. Ialah penting bahwa suami dan istri dalam pernikahan kedua tidak membandingkan pasangan barunya dengan pasangan yang lama. Membanding-bandingkan hanya menyebabkan kepahitan, kecemburuan, dan harapan yang tidak realistis. Seorang pasangan baru bukanlah orang yang sama dan harapan tersebut tidak pada tempatnya. Baik pernikahan sebelumnya itu luar biasa atau luar biasa buruk, emosi dan kesakitan jangan sampai terbawa ke dalam pernikahan kedua. Pada akhirnya, kunci mensukseskan pernikahan kedua adalah menyerahkan pernikahan tersebut kepada Allah dan mengandalkan rahmat dan kekuatan-Nya pada saat diperlukan. Pernikahan dimaksudkan untuk mewakili Kristus dan gereja Efesus 529-32. Hanya melalui Kristus dapatkah pernikahan memenuhi kehendak Allah secara penuh. Jadi, di dalam pernikahan manapun, ketika kesulitan itu muncul, pasangan tersebut harus mencari nasihat yang bijaksana dari pendeta atau konselor Kristen lainnya Amsal 1522. Memahami Firman Allah mengenai pernikahan dan menyerahkan pernikahan pada-Nya adalah kunci mensukseskan semua pernikahan. English Kembali ke halaman utama dalam Bahasa Indonesia Apakah Alkitab memberi instruksi untuk mensukseskan pernikahan kedua?
73EAyVg.